Tuesday, May 20, 2014

2014/20 Moshidora (Natsumi Iwasaki)

Sumber Gambar: Craneanime
Judul Asli: Moshi Kako Yakyu no Joshi Manager ga Drucker no “Management” wo Yondara
Judul Terjemahan: Seandainya Manajer Putri Tim Bisbol SMA Membaca Buku “Manajemen” karya Drucker
Penulis: Natsumi Iwasaki
Penerjemah: Ellnovianty Nine dan Kanti
Penyelaras Aksara: Emi Kusmiati
Desain Sampul: Agung Wulandana
Penerbit: Qanita
Cetakan: I, Maret 2014

Manajer Putri Tim Bisbol dan Buku “Manajemen”
Minami Kawashima menggantikan temannya, Yuuki Miyata—yang menderita suatu penyakit hingga harus dirawat inap sepanjang tahun—menjadi salah satu manajer tim bisbol SMA Hodo di Tokyo. Dengan sifatnya yang tegas dan penuh percaya diri, Minami akan membawa tim bisbol mereka ke turnamen Koshien. Sayangnya, semua kelihatan mustahil karena tim bisbol mereka sama sekali tidak punya kemampuan yang bisa membawa mereka mencapai prestasi setinggi itu. Para anggota pun tidak serta merta setuju dengan target Minami. 

Tidak mau setengah-setengah, Minami pergi ke toko buku demi mencari buku tentang menjadi manajer tim bisbol. Penjaga toko memberikan kopian buku Peter F. Drucker, berjudul Manajemen versi intisari, buku yang paling bayak dibaca oleh orang sedunia. Ternyata buku itu adalah buku manajemen secara umum, bukan khusus bisbol. Minami juga kaget saat tahu buku ini dipakai oleh mahasiswa di kampus, bukannya buku pegangan untuk siswi SMA.

Namun, Minami tidak mau menyia-nyiakan 1200 Yen dengan merasa menyesal telah membelinya. Dia yakin buku ini akan membawa targetnya terwujud. Dengan bantuan Yuuki, dia mendiskusikan hasil bacaannya. Tentang apa itu manajer, apa itu manajemen, apa itu organisasi. Tentang sumber daya manusia, tentang inovasi, hingga utamanya tentang integritas: hal yang wajib dimiliki oleh seorang manajer. 

Buku ini wajib dibaca oleh para manajer!

Hmm, Buku tentang Buku?
Poster Anime
Sumber Gambar: Kaori Nusantara
Tentu saja banyak kutipan dari buku Manajemen karya Drucker ini. Setelah menonton versi anime di tahun 2011, kemudian live action movie di tahun 2012, akhirnya aku berkesempatan membaca bukunya di tahun 2014. Keuntungannya punya buku ini, aku bisa membaca berkali-kali kutipan yang Minami ambil dari buku tersebut. 

Novel ini terbagi atas 8 bagian utama. Setiap bagian membahas hal yang sepertinya menjadi bagian dalam buku Manajemen juga. Minami secara bertahap melewati konflik, menuntutnya untuk menyelesaikan dengan bantuan Drucker. Pertama-tama, tentang bagaimana menjadi seorang manajer. Apa tugas manajer. Ringkasnya, manajer adalah sosok yang melakukan manajemen. Dan hal yang paling penting adalah “integritas”.

Dia hanya mempertimbangkan “apa” yang benar, bukan “siapa” yang benar. (halaman 21)

Lalu, mereka mencoba mendefiniskan organisasi mereka. Tim Bisbol itu apa? Jawaban yang jelas cenderung salah, kata Drucker. Contohnya penerbit menerbitkan buku, restoran mengantarkan makanan. Itu tidak memberikan jawaban tepat. Dalam novel ini, Minami mendapatkan jawaban bahwa definisi tim mereka adalah “membuat pelanggan terharu” yaitu saat pertandingan mereka bisa membuat semua orang terharu. Dan siapa saja pelanggan? Nyatanya, selain penonton dan semua yang terkait dengan tim bisbol sekolah, para pemain pun adalah pelanggan. Mereka harus menjalankan tugas untuk “membuat keharuan”.

Mengenai marketing, bukan sekadar masalah penjualan produk saja. Namun, lebih kepada pelanggan. Apa yang mereka butuhkan, bukan apa yang bisa mereka beli dari produk kita. Karena itu, Minami dan Yuuki mengadakan wawancara untuk mengetahui apa saja pendapat dan aspirasi para pemain agar mereka paham kebutuhan pelanggan. (Kalau di perusahaan, karyawan juga bagian dari pelanggan, bukan, ya?)


Sampul Buku versi Jepang
Sumber Gambar: Damu Kun Blog
Hal yang baru aku temui di dalam cerita ini (baik lewat anime, film, ataupun buku) adalah tentang salah satu tugas manajer: menjadi ahli bahasa/penerjemah antara “ahli” dengan keseluruhan organisasi. Kalau di anime, kita diberikan simulasi adegan begini. Pak Pelatih (ahli/bos) menjelaskan sesuatu agar dipahami anggota tim kepada manajer, kemudian manajer menyampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami kepada para anggota (karyawan). Jadi, masalah “komunikasi” antara atasan dengan bawahan adalah tugas utama seorang manajer! Dan aneh sekali kalau ada manajer yang merasa dirinya sama-sama bingung dengan keinginan bos, seperti karyawan. Hohoho.

Wah, sebenarnya banyak lagi yang ingin aku diskusikan. Manajemen adalah salah satu hal yang membuatku bergairah untuk membahasnya, di samping dunia buku (terutama novel). Tampaknya gabungan “manajemen dan novel” membuatku bagai mendapatkan harta karun. Dan, ya, buku ini bukan sekadar membahas tim bisbol. Tentu saja ada drama yang terjadi, ada hiburan untuk pembaca, dan kesedihan yang biasa muncul di cerita populer dari negeri Asia Timur. 

J-Romance? dan AKB48
Anehnya, Qanita melabeli buku ini dengan ”J-Romance”, menyesatkan. Karena romance kan cerita romantis. Sepertinya ini masalah komunikasi dan marketing. Pembeli buku kita masing dianggap gampang ditipu dengan memberikan label romance. Ini menyebalkan. Seakan-akan buku tanpa kata “romance” tidak akan dilirik pembeli. Seakan pembaca novel di Indonesia tidak bisa menerima hal yang lebih rumit daripada romance.

Keganjilan lain adalah penggunaan “saya” dan “aku” dalam dialog para tokoh. Kesan pertama adalah inkonsistensi, namun akhirnya aku ingat kalau di Jepang ada bahasa formal dan santai. Tapi, tetap saja aneh jika antara anak SMA mereka bercakap-cakap dengan “saya”. Awalnya aku merasa ini mengganggu, tetapi jadi terbiasa. Sebaiknya sih, tidak perlu menyamakan formal/tidaknya percakapan, karena ini kan terjemahan. 

Poster Film
Sumber Gambar: Asia Torrent
Sayangnya, kalau dari teknik menulis novel, berdasarkan kebiasaan Amerika, novel ini tidak istimewa. Telling-nya keterlaluan, dan aku biasanya kewalahan membaca buku super-telling begini. Rasanya dibodoh-bodohi. Rasanya seperti menonton sinetron dengan sinematografi memusingkan. Untung saja tema dan ceritanya menarik. 

Sekarang kita membahas AKB48, hmm, selain film Moshidora dibintangi Atsuko Maeda dan Minami Minegishi, ternyata sang penulis pernah bekerja jadi produser di AKB48! Dia mengakui di wawancara akhir buku. Dia bilang kalau para anggota AKB48 adalah inspirasi para karakter Moshidora. Kalau berdasarkan namanya, aku menebak Minami Kawashima adalah Minami Takahasi dan Yuuki Miyata adalah Yuuki Kashiwagi. Karakter mereka kelihatan, Minami tegas dan Yuuki lembut. Walaupun bukan mereka berdua yang memerankan karakter-karakter tersebut di film.

Oh, ya, baru kusadari gabungan “manajemen + novel + AKB48” dalam buku ini. Wah, aku mendapatkan hadiah utama 3 in 1 yang sepertinya mustahil tetapi benar-benar ada di dunia nyata. Hahaha. Aku bersyukur novel ini ada. 

Friday, May 9, 2014

2014/19 Just One Day (Gayle Forman)

Sumber Gambar: Aulia
Judul: Just One Day
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Editor: Barokah Ruziati
Desain Sampul: Marcel A. W.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, 2014

Kecelakaan, Bukan Kebetulan, Seperti Takdir
Pertemuan Allyson Haeley dengan Willem ada kaitannya dengan Shakespeare. Alih-alih menonton drama Shakespeare bersama rombongan remaja yang ikut rangkaian acara di Teen Tour! di Stanford-upon-Avon, Allyson menerima undangan Willem. Dia pergi bersama Melanie, teman sejak masa kecilnya. Dan mereka menonton pertunjukkan Twelfth Night versi kelompok teater tanpa panggung, Gerilya Will. Di sanalah semua dimulai. Saat Willem melakukan kontak mata dengan Allyson. Saat cowok Belanda itu melemparkan koin kepada si cewek Amerika. 

Takdir lain terjadi, Allyson bertemu lagi dengan Willem. Dia bercerita penerbangannya ke Paris batal karena aksi mogok pekerja bandara di sana. Willem, seorang petualang yang sudah dua tahun tidak pulang, mengajak Allyson untuk naik kereta bersamanya. Ke Paris. Padahal Allyson bukanlah seorang petualang. Dia hidup bersama orangtuanya yang sudah merencanakan banyak hal semenjak dia kecil. Dia lebih senang tiduran di kamar sambil menonton film bersetting Paris daripada benar-benar pergi, apalagi dengan orang asing, yang baru dikenalnya semalam.  

Louise Brooks
Sumber Gambar: Listal.com
Namun, dia tetap pergi. Kemudian, terjadi adegan yang langsung mengingatkanku pada film Before Sunrise. Di atas kereta mereka saling mengobrol. Tetapi Willem memanggilnya Lulu, singkatan dari Louise Brooks, seorang aktris. Itu gara-gara potongan rambut bob Allyson. Tapi, cewek itu menerima begitu saja. Selama di Paris, mereka mengalami perjalanan yang membuat Allyson menyukai Willem. Semua terjadi dalam satu hari. 

Hingga besoknya—tidak seperti di Before Sunrise, mereka terbangun berdua—Allyson malah terbangun sendirian. Dia merasa bodoh sudah memercayai cowok tampan berambut pirang dengan mata sehitam arang. Padahal sepanjang perjalanan sudah berkali-kali Willem bertemu dengan cewek-cewek yang pernah ada sejarah dengannya. Allyson sudah melihat itu, tetapi dia tidak bisa menghentikan perasaannya. Dalam kekalutan dan perasaan seperti habis dirampok, Allyson kembali ke Amerika.

Pertanyaan yang Tepat
Salah satu kutipan Shakespear yang terkenal: to be or not to be, that is the question. Namun, Allyson lebih setuju kalau pertanyaannya adalah tentang bagaimana menjalankannya. Mungkin mudah menjadi sesuatu, tetapi bagaimana menjalankannya adalah tugas yang berbeda. 

Allyson memulai kehidupannya menjadi mahasiswi. Mahasiswi yang patah hati. Seperti zombie. Nilai-nilainya turun, dia merasa hanya selalu mengecewakan ibunya yang perfeksionis. Ibunya ingin dia sekolah pra-kedokteran, tetapi Allyson sadar itu bukan yang dia inginkan. Dan sepanjang satu tahun dia masih berduka gara-gara Willem.

Namun, setelah masuk kelas Shakespeare Out Loud, kelas yang membuatnya kenal dengan Dee, cowok kulit hitam dan seorang gay, Allyson berubah menjadi lebih terbuka. Selama ini dia hanya berteman dengan Melanie, sampai-sampai merasa tidak bisa lagi berteman dengan orang lain. Dia menceritakan tentang Willem pada Dee. Dan cowok itu menyemangati Allyson agar bangkit dan mencari jawaban tentang Willem. Lalu, dimulailah satu per satu pencarian. Allyson sadar dia tidak mengetahui banyak hal tentang Willem untuk bsia menemukannya. Tetapi dia percaya pada kecelakaan, sesuatu dapat membawanya ke jawaban yang tepat. 

Dan dia menjawab pertanyaan BAGAIMANA. Ya, dia bisa menjadi orang yang patah hati, tetapi bedanya dia menjadi orang yang berjuang untuk menemukan jawaban. Bukan sekadar sakit hati dan galau selama hampir satu tahun penuh.

Jika Aku Tidak Melanjutkan Membaca Buku Ini
Inilah buku ketiga Gayle Forman yang kubaca. Aku suka dwilogi If I Stay. Penulis membuat kisah dengan cara bercerita yang manis. Karakter utamanya cewek yang biasa, tetapi berubah setelah melakukan hal yang di luar dari zona nyamanya.

Awalnya kupikir Just One Day akan sama seperti If I Stay, cerita yang hanya terjadi satu hari. Ternyata tidak. Ini seperti kisah satu hari, dan apa yang terjadi setelah itu. Ya, karena terkadang cerita satu hari memberikan dampak yang sangat besar. Kita penasaran dengan kelanjutannya, kan?

Sumber Gambar: Goodreads
Aku bisa membagi tiga bagian dalam buku ini: pertemuan Allyson-Willem, masa-masa sedih, dan masa-masa pencarian. Aku suka bagian pertama dan terakhir, tidak yang di tengah-tengah. Penulis memang pintar membuat suasana yang sesuai dengan cerita, sampai-sampai aku terpengaruh untuk malas membaca bagian tengah. 

Aku tidak tahu apakah karena memang aku begitu gampang terbawa suasana cerita, tetapi dia berhasil. Aku tidak suka dengan aura negatif yang Allyson alami selama kuliah. Tetapi, aku memahami kenapa dia begitu. Aku bersimpati padanya—dia terpaksa kuliah di jurusan yang tidak dia sukai, gara-gara orangtuanya. Teman-temannya lebih suka berkumpul tanpa dirinya. Dan satu-satunya yang menolong adalah orang lain, konselor di kampus—karena sedikit banyak aku pernah berada di sana. Tapi, ya, aku tidak suka saat dia bersedih hanya gara-gara teringat Willem, dan berusaha untuk melepaskan kenangan. Yang berakhir gagal total.

Maka, aku suka saat dai mulai bangkit dan tidak berdiam diri saja. Dia harus melakukan sesuatu. Misinya mungkin konyol: kembali ke Paris untuk bertemu cowok petualang yang asalnya dari Belanda dengan hanya sedikit petunjuk. Dia harus mendatangi satu per satu petunjuk yang akan mengarahkannya. Di sinilah, Gayle Forman, membuat cerita ala detektif pada cerita romance. 

Aku suka dengan novel ini. Walaupun premisnya tentang cewek yang melakukan pencarian cinta masa lalu, banyak hal lain di dalamnya. Tentang orangtua yang memaksakan impiannya kepada anak sendiri. Tentang orang-orang yang suka berpura-pura. Tentang persahabatan. Tentang melakukan daftar sebelum meninggal. Tentang yakin pada keajaiban. Siapa bilang di dalam novel hanya boleh ada satu hal?

Dan aku ingin berbagi kutipan kesukaanku dari buku ini: 
Hal-hal kecil yang terjadi. Kadang-kadang kelihatan tidak penting; kali lain hal-hal kecil itu mengubah segalanya. (halaman 59)
Semua orang bukanlah apa-apa yang pura-pura mereka tunjukkan. (halaman 219)
Orang-orang tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadapku—di lingkungan rumah, di SMA, di sini—maka mereka selalu berusaha mencari tahu sendiri dan menentukan siapa diriku sebenarnya. (halaman 244)
C’est courageux d’aller dans l’inconnu. Sungguh berani untuk memasuki daerah tidak dikenal. (halaman 294) 

PS. Jadi pengen belajar bahasa Prancis :)

Friday, May 2, 2014

2014/18 To All The Boys I've Loved Before (Jenny Han)

Sumber Gambar: Goodreads
Judul: To All The Boys I’ve Loved Before
Penulis: Jenny Han
Penerbit: Simon & Schuster BFYR, New York
Cetakan: I, 2014
ISBN: 978-1-4424-2670-2 (hardback), 978-1-4424-2672-6 (ebook)

Surat-Surat Dalam Kotak Topi
Lara Jean Song Covey menulis surat cinta untuk cowok-cowok yang dia sukai. Dia menulis sebagai ungkapan perpisahan, karena dia tahu cowok-cowok itu di luar jangkauannya. Dan semua suratnya tersimpan rapi dalam kotak topi. Hingga suatu hari kotak itu hilang dan semua surat terkirim. Ada total lima surat dan satu per satu cowok yang mendapatkan surat itu mendatangi Lara Jean.

Kenalkan, Peter Kavinsky: cowok populer dengan reputasi, atlit lacrosse, dan pacar Genevieve, cewek populer yang juga Presiden Kelas Junior. Dia mencuri ciuman pertama Lara Jean ketika SMP dulu. Dia digambarkan Lara Jean sebagai: cowok tertampan di antara yang tampan, cowok yang merasa puas terhadap diri sendiri, dan semua cewek berharap menjadi pacar Peter. Dialah yang pertama-tama memperlihatkan surat cinta yang ditulis Lara Jean. 

Lalu ada Josh Sanderson, tetangga sekaligus pacar Margot, kakak Lara Jean. Mereka putus karena Margot harus kuliah di Scotland. Josh cowok yang baik hati, rajin belajar, dan sangat dekat dengan keluarga Lara Jean. Dia tampan, tentu saja, dan semua orang gampang untuk suka padanya. Josh bertanya apakah perasaan Lara Jean benar seperti yang ada di surat yang dia terima. Tapi Lara Jean mengatakan dia menulis itu sudah lama sekali. Dia jadi malu. Lara Jean berbohong kalau dia tidak suka Josh lagi dan sudah punya pacar.

Demi menjaga mukanya di hadapan Josh, Lara Jean meminta Peter untuk jadi pacar pura-puranya. Dia mencium Peter di hadapan orang-orang di sekolah. Peter setuju, dia baru putus dengan Genevieve, karena cewek itu selingkuh dengan cowok kuliahan. Peter ingin membuat Genevieve cemburu. Mereka membuat kesepakatan, jangan sampai ada yang tahu mereka pura-pura dan jangan sampai mereka saling suka. 

Josh ternyata cemburu, dan dia bilang kalau dia tidak suka Peter. Peter punya reputasi buruk mempermainkan cewek. Dan Genevieve tidak mau rela begitu saja Lara Jean pacaran dengan Peter. Kehidupan Lara Jean perlahan-lahan menjadi tidak terkontrol saat orang-orang mulai yakin kalau dia dan Peter memang pacaran. Apalagi Lara Jean mulai terbiasa dengan perhatian Peter. Kemudian, Josh mengakui dia suka dengan Lara Jean juga. Padahal cewek yang hobi membuat kue ini tahu kalau Margot dan Josh belum benar-benar berakhir. Lara Jean merasa dia sedang mengkhianati kepercayaan kakaknya sendiri.

Lara Jean berusaha mencari tahu perasaannya sebenarnya. Apakah dia masih suka Josh atau tidak? Apakah dia bisa menjaga hatinya jangan sampai menyukai Peter? Belum lagi ada tiga surat lain yang terkirim dan dia harus menjelaskan kepada cowok-cowok itu bahwa surat itu ditulis bertahun-tahun lalu. 

Cinta Tak Tersampaikan
Salah satu tema novel teen romance favoritku adalah cinta yang tak bisa tersampaikan. Mungkin sedikit banyak terpengaruh lirik-lirik lagu AKB48, yang kebanyakan bercerita tentang jenis cinta ini. Tetapi, ya, banyak remaja yang mengalami ini, kan? Paling tidak, dulu aku sering mendengar cerita cewek-cewek suka cowok tetapi tidak berani bilang. Cinta diam-diam. (Oh, ya, jadi ingat waktu SMA aku pernah diminta teman cewekku untuk meminta nomor telepon cowok yang dia suka >.<)

Di cerita ini, Lara Jean Song Covey, cewek keturunan Korea-Amerika, menyampaikan cinta tak tersampaikannya lewat surat. Ide dasarnya cukup segar. Bagaimana jika pernyataan suka diam-diam kita sampai ke orangnya? Apakah kita siap dengan konsekuensinya, apakah kita memang ingin perasaan itu tersampaikan, atau sebenarnya kita menyimpannya karena kita tidak benar-benar suka? Atau kita takut akan ditolak? Atau tidak siap dengan hubungan jika diterima? Yup, banyak pertanyaan yang cenderung sederhana tetapi bisa jadi sangat filosofis dan penting.

Anak Tengah di Tengah-Tengah
Selain romance, dalam novel 368 halaman ini ada cerita tentang hubungan Lara Jean dengan dua saudarinya. Lara Jean menjadikan Margot sebagai panutan, pengganti ibu mereka yang sudah meninggal. Dan Lara Jean ingin menjadi panutan bagi adiknya, tetapi Kitty tampak lebih tegas dan mandiri dibandingkan Lara Jean. Ini membuatku teringat dengan teori ‘anak tengah’, di mana mereka selalu menjadi di antara banyak hal. Dia bukan anak-anak sepertinya adiknya, tetapi juga tidak sepenuhnya dewasa menjadi seperti kakaknya. Selain itu, juga terkait dengan “tengah-tengah” adalah tentang ras tokoh utama. Lara Jean keturunan Korea-Amerika. Ayahnya Amerika, ibunya Korea. Dan orang-orang sering bertanya apa dia? Korea-kah? Atau Amerika-kah? Terkadang itu membingungkan karena rasanya dia tidak berada di satu posisi yang pasti. Pernah mengalami hal seperti ini?

Sumber Gambar: Tumblr Jenny Han
Jenny Han, yang sebelumnya menulis trilogi The Summer I Turned Pretty dan Burn to Burn, menulis sebuah cerita remaja dengan manis dan lembut. Dia membuat tokoh Lara Jean sebagai anak rumahan baik-baik, sehingga pasti banyak pembaca cewek bisa gampang mengidentifikasi diri mereka dengan Lara Jean. Tokoh-tokoh yang lain pun juga menarik. Walaupun seperti kebanyakan cerita remaja Amerika para karakternya sangat tipikal. Selain itu, adegan-adegannya natural, romantisnya tidak berlebihan, (yup, tidak ada adegan seks tidak penting) dan juga lucu. Banyak adegan di dapur di mana Lara Jean membuat kue atau memasak. Namun, adegan tentang masak-memasak membaur dalam kepentingan cerita.

Salah hal yang tidak terlalu penting tetapi aku suka adalah Lara Jean mengatakan pada Peter kalau buku ketiga Harry Potter adalah yang terbaik. (Aku juga sangat sangat suka Harry Potter and The Prisoner of Azkaban!!!) Lara Jean heran kenapa Peter berhenti membaca di buku kedua. Sayang sekali. 



Covernya sangat menarik, ya? Foto cewek sedang di kamar, tiduran di kasur, dan memegang kertas, sangat pas dengan Lara Jean. Tulisan judulnya juga keren, tulisan tangan dengan spidol, saat disentuh seakan-akan memang ditulis dengan spidol permanen. Pastinya, aku tidak sabar untuk membaca kelanjutan cerita Lara Jean ini. Ya, ini kayaknya akan jadi trilogi seperti buku-buku Jenny Han sebelumnya.