Sumber Gambar: yfrog.com |
Judul Indonesia: Rahasia Bocah dari Masa Lalu
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Gita Yuliani K.
Editor: C. Donna Widjajanto
Desain sampul: Eduard Iwan Mangopang
Cetakan: I, Juli 2012
Ayah yang Ketakutan
George Davies menemui psikiaternya. Dia bercerita kalau dirinya adalah seorang ayah baru, tetapi dia tidak pernah menyentuh anaknya. Dia tak berani. Ada sesuatu yang menghalanginya untuk itu. Hal itu sudah membuat kesal istrinya, membuat mertuanya ingin ikut campur melalui sindiran-sindiran. Dia ingin sembuh, ingin kembali menyatukan keluarganya yang berada di ambang perceraian.
George mengaku dia pernah mendapatkan perawatan psikiater sebelumnya. Waktu dia 11 tahun. Saat mencoba mengingat, George tak sepenuhnya langsung menjelaskan semuanya. Kemudian, sang psikiater menyarankannya untuk memiliki jurnal. Dia harus mengisinya dengan apa pun, agar mereka sama-sama tahu jika ada masalah. Dan semua rahasia masa lalu tertulis dalam buku-buku jurnal tersebut. (Isi jurnalnya dibuat seperti cerita, bukan murni jurnal seperti diary).
Awalnya, jurnal itu berisi tentang kesedihan seorang bocah gemuk, berkacamata, tidak punya teman, dan korban bully di sekolah. Ayahnya baru saja meninggal setelah pulang dari luar negeri. Dia tidak menangis setelah tiga bulan kemudian, tetapi dia merasa hidupnya semakin menyebalkan. Selama ini dia merasa ayah atau ibunya tidak pernah benar-benar memperhatikannya.
Saat teman ayahnya, Tom Harris, bertandang ke rumah mereka, George merasakan sesuatu antara pria itu dengan ibunya. Seakan-akan ada yang terjadi, dan baru dilihatnya setelah sang ayah meninggal. Dia mencoba mengabaikan pemikiran tersebut.
Hingga suatu malam dia melihat sebuah wajah di kamar mandi.
George Memanggilnya: Temanku
Dia tidak benar-benar nyata, George tahu itu. Awalnya Teman itu berupa wajah, lalu ketika tengah malam dia seakan utuh. Teman khayalan. Jenis teman yang bisa dimiliki oleh anak-anak. George mengatakan Teman mirip Huckleberry Finn, salah satu karakter ciptaan Mark Twain. Bocah itu dekil, berambut keemasan dan selalu kusut. Seringainya menyimpan banyak ide kenakalan.
Dialah yang memberitahu George bahwa seseorang menginginkan kematian ayahnya. Dia juga yang membawa George ke taman kampus, dan menemui Tom Harris. George menyimpulkan bahwa Tom adalah orang yang membunuh ayahnya. Dan Teman menyuruh George menanyakan surat-surat ayahnya kepada Tom Harris, tetapi Tom tidak mau mengaku. Teman juga mengaku dia tahu bahwa ayah baptis George, Freddie, juga terlibat dalam hal ini. Dia juga mengatakan tentang surat. Karena tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, Teman melalukan hal lain.
George dibawa ke ayahnya. Sosok ayah dalam mimpi ini, mengaku kalau Tom dan Freddie membunuhnya. Dan George ingin membalas dendam. Tetapi, karena dia baru 11 tahun, dia tidak melalukannya sendirian. Dia malah tak sadar sadar melakukannya. Dia memutus kabel rem di mobil Tom Harris, menyebabkan pria itu kecelakaan dan kakinya patah. George dibawa ke psikiater untuk pengobatan. Dia disangka hanya sekadar anak nakal. Tetapi bukan, dia tidak melakukannya sendirian.
Semenjak itu, Tom beserta dua temannya—juga teman Ayah George—Freddie dan Clarissa, tahu bahwa sesuatu telah terjadi dengan George. Bocah itu didekati oleh setan, iblis, atau roh jahat dari neraka yang ingin membalas dendam. Mereka dendam karena ayah George sudah melakukan sesuatu yang dilanggar. Yaitu mencoba memasuki dunia setan untuk mencari kelemahan makhluk itu agar tidak mengganggu manusia lagi.
George cilik harus menghadapi masalah orang dewasa. Dia pun mulai mengenal ayahnya dari cerita teman-teman ayahnya. Bahwa ayahnya penganut agama yang taat, yang menulis buku tentang setan dan jin secara ilmiah, tetapi malah dijauhi oleh kalangan akademisi. Bahwa ayahnya pergi ke Honduras karena mendapat visi-visi di sana dia bisa meneliti lebih lanjut. Bahwa George memiliki kemampuan yang dulu dimiliki ayahnya.
Dan George harus menyingkirkan Teman agar tidak mengganggunya lagi.
Fantasi, Horor, dan hmm, Relijius
Aku suka buku ini. Awalnya aku mengira ini cerita tentang teman khayalan saja. Ternyata cerita berlanjut ke kelompok relijius yang percaya bahwa iblis itu ada dan bisa menguasai manusia atau benda demi berbuat kerusakan. Ayah George meneliti dan menulis buku tentang itu, tetapi dia ingin melakukan dengan cukup ekstrim: dia ingin pergi langsung ke neraka untuk mencari tahu kelemahan iblis. Tentu saja iblis-iblis itu marah.
Novel ini benar-benar page turner. Aku merasa ingin terus mengetahui kelanjutannya. Menurutku, salah satu kekuatan novel ini adalah ia tidak berusaha untuk menahan-nahan rahasia secara berlebihan. Jika pembaca ingin tahu apa yang terjadi, kisahnya juga bergulir ke sana. Setelah didapatkan “pengetahuan baru” kita disuguhkan konsekuensinya, yaitu pertanyaan apa yang akan terjadi selanjutnya.
(Inilah bedanya dengan sebuah buku penulis lokal yang kubaca di waktu bersamaan. Buku lain ini mencoba membuka rahasia, yang sebenarnya semua pembaca sudah menebak karena jelas-jelas kuncinya ada di judul, di akhir cerita. Seakan-akan pembaca bisa ditipu. Dan sayangnya, dia melakukan itu sekitar 3 kali.)
Kita kembali ke George. Aku merasa bisa memahami kenapa dia bersikap aneh di saat kecil, maupun dewasa. Dia diragukan oleh banyak orang. Dia selalu merasa tidak cocok berada di mana pun. Bahkan psikiaternya pun sempat menanyakan apakah cerita George di jurnal itu nyata, atau hanya khayalannya saja.
Pada bagian George dengan psikiaternya saat dewasa, cerita menggunakan POV 1 sekaligus 2. Penulis menempatkan dirinya sebagai George (aku) dan pembaca sebagai Sang Psikiater (kamu). Asyiknya, menurutku, kita seperti dilibatkan dalam cerita.
Selain itu semua, novel ini benar-benar membuatku merinding, ketakutan, bisa merasakan betapa kesalnya punya orangtua yang tidak pengertian. Aku bisa merasakan emosi di dalam buku ini. Seakan-akan ceritanya memang nyata. Dan cerita ini juga mengingatkanku pada serial Supernatural. Hmm, kenapa cerita dengan tema pembasmi setan selalu memuat kisah diabaikan orangtua, ya? Aku jadi kepikiran.
Sekali lagi, aku suka buku ini. Dan aku cukup kaget kalau ini buku pertama Justin Evans, yang sehari-harinya bekerja sebagai eksekutif pengembang strategi dan bisnis. Keren!