Thursday, February 20, 2014

2014/1 Cheer Boy!! (Ryo Asai)

Judul: Cheer Danshi!! (Cheer Boy!!)
Penulis: Asai Ryo
Penerjemah: Faira Ammaeda
Penyunting: Tia Widiana
Proofreader: Dini Novita Sari
Desain: Bambang "Bambi" Gunawan
Penerbit: Penerbit Haru
Cetakan: I, November 2013

“… Tapi apakah ini masih bisa disebut cheerleading bila yang melakukannya sendiri tidak bisa menikmatinya?” 

2 Menit 30 Detik
Penampilan sebuah tim pemandu sorak saat turnamen hanya dua menit tiga puluh detik. Dalam rentang waktu yang singkat itu mereka harus melakukan berbagai gerakan dan teknik demi membuat juri dan penonton kagum. Pemandu sorak bukan hanya jenis olahraga untuk mendukung, tetapi juga olahraga di mana mereka didukung. Dengan senyuman, mereka melompat tinggi dan meneriakkan semangat yang menggebu.

Selama ini kita hanya melihat tim pemandu sorak perempuan. Banyak film-film remaja Amerika yang menampilkan tokoh perempuan anggota tim pemandu sorak. Biasanya mereka memakai rok mini, baju seragam ketat, serta rambut dikuncir kuda tinggi-tinggi. Entah karena posisi cheer sangat prestisius, biasanya tokoh perempuan itu digambarkan sombong dan sedikit kejam.

Namun, novel ini, ditulis oleh Asai Ryo dan memenangkan penghargaan Tenryu Literary Award, menceritakan tentang sebuah tim pemandu sorak laki-laki. Memang, ada tim yang khusus perempuan, khusus laki-laki, dan campuran, tetapi tim khusus laki-laki masih bisa dibilang minoritas. Tidak heran kalau ada orang yang berkata “Bukannya itu olahraga cewek?”

Dunia sekarang memang suadh dikuasai cewek, haha. Ya, dunia menjadi lebih feminin dengan banyak hal dikaitkan dengan perempuan. Lebih banyak barang perempuan, kan? Bahkan cewek biasa saja melakukan pekerjaan cowok atau memakai pakaian cowok. Mereka menyebutnya kesetaraan, dan mendapat gelar tomboy bukan berarti itu buruk. Sebaliknya, sekarang cowok mesti berhati-hati jika melakukan “kesetaraan”. Bisa-bisa dikatai yang tidak-tidak. Namun, menurutku, Jepang adalah satu negara dengan cowok yang sifat feminin mereka bukan jadi sesuatu yang dianggap terlalu buruk. Sering aku melihat di film, aktor-aktor mereka memakai riasan, pakaian yang sangat fashionable, atau sekadar memakai tas tote bag. Bagiku, tote bag masih terlihat milik cewek.

Padahal seorang laki-laki melakukan kegiatan cewek bukan berarti mereka menjadi bukan laki-laki. Memangnya mereka ‘merendahkan’ diri? Kalau begitu, perempuan masih diangap rendah dong, di dunia ini. Walaupun, anehnya, masih ada cewek yang suka mengatai “banci” atau “tidak laki-laki” pada laki-laki yang melakukan sesuatu yang biasanya dilakukan perempuan. 

Ah, kenapa malah panjang lebar membahas hal ini, sebaiknya membahas novelnya saja. :p

Dari Judo ke Cheerleader
Haruki lahir di keluarga atlet judo. Rumahnya memiliki bangunan untuk dojo, tempat berlatih judo. Orangtuanya pelatih judo di universitas dia kuliah. Kakak perempuannya, Haruko, adalah salah satu atlet yang bersinar di klub mereka. Haruki bertubuh kecil, jadi dia bukanlah atlet yang hebat seperti kakaknya. Haruki lebih suka melihat punggung kakaknya saat bertanding, dan menyemangati kakaknya.

Haruki merasa tidak akan bisa jago judo, terlebih setelah dia cedera di bahu. Kakaknya terus menyemangati dan mengingatkannya meminum obat. Sebenarnya dalam hati yang terdalam, Haruki tahu kalau dia hanya menjadikan cederanya untuk menghindari judo. Karena itu dia mundur dari klub.

Bersama Kazuma, teman semanjak kecilnya, mereka sama-sama keluar dari klub judo. Kazuma adalah orang yang paling memahami Haruki, walaupun temannya itu tidak mengatakan apa-apa. Kemudian, Kazuma mempunyai ide untuk membuat tim pemandu sorak khusus laki-laki, karena orangtuanya dulu adalah pelatih dan anggota tim pemandu sorak di universitas. Dia ingin seperti mereka.

Satu per satu mereka mengumpulkan anggota. Syarat untuk mengikuti turnamen adalah minimal delapan anggota dan maksimal enam belas anggota. Kazuma membuat pengumuman di kampus, dengan kertas warna kuning mencolok. Tidak banyak yang tertarik untuk masuk tim mereka, tetapi mereka mencari anggota dengan menyelinap ke kelas olahraga. Lalu mereka tampil di festival kampus, dan menarik beberapa orang untuk bergabung. Walaupun beberapa dari mereka ada yang tidak menguasai gerakan paling dasar sekali pun, seperti handstand, Kazuma dan Haruki tetap menerima mereka. 

Bromance
Di mana ada sekelompok laki-laki berjuang untuk mencapai sebuah tujuan, di situlah bromance terjadi. Bromance bukan sesuatu seperti pacaran atau hubungan seksual, tetapi lebih ke saling memahami satu sama lain. Dalam novel ini banyak sekali pasangan yang bisa diberi label bromance.

Tokoh utamanya, Haruki, selalu merasa tenang kalau dekat Kazuma, karena Kazuma yang paling mengerti dirinya. Kazuma sengaja mengatur jadwal evaluasi mereka di kantin langganan agar Haruki tidak perlu bertemu dengan anggota tim judo yang lebih dulu ke sana. Sedangkan Haruki, tidak pernah menganggap Kazuma saingan, padahal dia perlu menciptakan suasana kompetitif agar bisa meningkatkan kemampuan sendiri.

Ada juga tokoh Gen dan Ichiro, pasangan pelawak dengan logat Kansai. Ichiro selalu lebih unggul dibanding Gen, saat mereka masuk tim bisbol di SMP, membuat Gen mesti mengakui kalau dia tidak akan bisa menyamai Ichiro. Tetapi Ichiro orangnya tidak perasa saat mengkritik anggota yang belum menguasai gerakan tertentu. Hal itu membuat Gen ingin mengingatkan Ichiro bahwa pasti ada alasan seseorang tidak bisa melakukan apa yang Ichiro lakukan. 

Kebanyakan tokoh-tokoh di dalam novel ini memiliki masalah masing-masing, terutama dengan sahabat mereka. Tetapi mereka saling mendukung, dan tidak menganggap yang lain lebih buruk daripada mereka. 

Novel yang Keren
Apakah karena penulisnya orang Jepang buku ini jadi sangat bagus? 

>.<  

Buku terjemahannya sendiri sekitar 420 halaman, tebal sekali dan membutuhkan waktu lama bagiku menghabiskannya. Namun, alurnya tertata dengan rapi. Setiap tokoh diperlihatkan perkembangan karakter mereka. Ada enam belas tokoh dan itu membuat bukunya tebaaal karena setiap tokoh diberi kesempatan untuk mendapatkan simpati pembaca melalui kisah alasan mereka ikut tim pemandu sorak laki-laki. Dan penulisnya berhasil membuatku menyukai setiap tokoh di dalam novel ini.

Sudah banyak cerita tentang sekelompok pemuda yang dianggap pecundang menunjukkan mereka bisa menjadi pemenang setelah berusaha. Sebut saja seperti Nodame CantabileSumo Do Sumo Don’t, terus dari Hollywood sangat banyak seperti GleePitch PerfectStep UpBring It On, dan banyak lagi. Endingnya tentu tertebak, tetapi hasil bukanlah tujuan utama. Proses adalah yang terpenting, proses para tokohnya berubah dari seorang loser menjadi winner. Dan perjuangan mereka sebaiknya dirayakan dengan kemenangan yang pantas mereka dapatkan. 

Novel ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga penyemangat untuk pembaca bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk dicapai, asalkan kita berusaha untuk mencapainya. 

No comments:

Post a Comment

What are you reading?