Sumber gambar: annisaanggiana |
Penulis: Michael Cunninghum
Penerjemah: Saphira Tanka Zoelfikar
Editor: Anwar Holid
Penerbit: Jalasutra
Cetakan: 1, 2008
Tentang Tiga Orang Perempuan
Ada tiga tokoh di dalam novel ini, masing-masing diceritakan pada bab terpisah. Nama mereka menjadi penanda bab yang menceritakan mereka. Yaitu Mrs. Woolf, Mrs. Dalloway, serta Mrs. Brown.
Mrs. Woolf adalah Virginia Woolf, seorang penulis Inggris yang terkenal dengan karyanya mengenai perempuan. Diceritakan Virginia sedang berusaha menulis novel terbarunya, The Hours (terbit dengan judul Mrs. Dalloway), setelah dia pulih dari skizofrenia. Dia ingin kembali biasa, namun dia tak bisa melepaskan pikirannya yang terkadang menganggu. Ceritanya berlangsung pada tahun 1923 di Richmond, daerah pinggiran luar London.
Mrs. Dalloway adalah Clarissa Vaughan, seorang lesbian dan editor yang tinggal di New York. Sahabatnya dalam kondisi parah akibat AIDS, yaitu Richard, gay dan penulis yang baru saja dianugerahi salah satu penghargaan sastra. Richard memanggil Clarissa sebagai Mrs. Dalloway, karakter dalam novel Virginia Woolf. Cerita merekaberlangsung pada hari di mana malamnya Clarissa akan mengadakan pesta untuk Richard, tepat sebelum malam penganugerahan tersebut, di akhir abad keduapuluh.
Mrs. Brown adalah Laura Brown, seorang ibu rumah tangga yang sedang hamil anak kedua, tinggal di Los Angeles. Ceritanya berlangsung pada hari ulang tahun suaminya, Dan, di tahun 1949. Dia berusaha menciptakan hari itu spesial dengan membuat kue, hadiah, dan mengadakan pesta. Semuanya dia lakukan bersama Richie, putranya yang kalem.
Pikiran-pikiran yang berputar di kepala
Masing-masing cerita hanya berlangsung sekitar satu atau dua hari. Masing-masing tokoh, dengan tujuan yang cenderung biasa, hanya ingin rencana mereka berjalan lancar. Namun, satu hari bisa menjadi panjang, jika dihitung dalam jam. Dalam satu hari apa yang bisa terjadi, dalam satu jam apa yang bisa terjadi? Pikiran-pikiran para tokohlah yang menjadi perhatian. Bukan sekadar apa tindakan mereka demi mewujudkan tujuan mereka, namun isi kepala merekalah yang menjadi fokus penulis dalam novel ini.
Virginia masih kesulitan setelah pulih skizofrenia, dia kesulitan menentukan sikap terhadap orang-orang di rumahnya. Dia mengamati suaminya Leonard, menantang pelayannya sendiri, Nelly, dan memikirkan seekor burung mati yang dibaringkan oleh anak-anak saudara perempuannya, Vanessa. Dia juga mengingat ciuman selamat tinggalnya dengan sang kakak tersebut. Selain itu dia memikirkan calon novel Mrs. Dalloway.
Clarissa, dengan porsi cerita lebih banyak, menghabiskan pagi dengan membeli bunga untuk pesta, lalu mengunjungi Richard, lalu kembali ke rumah menemui pasangannya, lalu anaknya, lalu mantan Richard. Kelebatan pikirannya berkisar tentang dia dan Richard ketika masih muda, betapa saat ini dia kasihan sekali dengan Richard yang sudah menjelang kematian. Itu pun membuat Clarissa memikirkan kematiannya sendiri.
Sedangkan Laura, pikirannya penuh dengan kekhawatiran tentang menjadi istri bagi suami yang berulang tahun hari itu. Laura berusaha menjadi istri dan ibu yang baik, dengan beranjak dari tempat tidur—yang menginterupsi bacaannya, novel Mrs. Dalloway, membuat kue ulang tahun, menjaga anjing tetangga. Namun, dia tetap ingin mempunyai waktu untuk menghabiskan buku itu. Akhirnya dia menitipkan anaknya kepada tetangga.
Seperti cerita yang tanpa ujung, hingga kamu terkejut
Salah satu teknik menulis novel, apalagi bagi yang kesulitan membuat cerita panjang dengan satu tokoh utama (seperti aku), adalah dengan menciptakan banyak tokoh utama. Bisa tiga atau empat tokoh, atau lebih. Ceritakan beberapa orang dengan satu hal yang menjalin cerita ‘terpisah’ tersebut. Banyak contohnya, salah satunya novel yang memenangkan Putlizer Award dan PEN/Faulkner Award pada tahun 1999 ini. Awalnya tampak tidak berkaitan, namun semakin kita membalik halaman, cerita bergulir ke satu arah, tema novel ini sendiri. Salah satu yang mengikat tiga cerita dalam novel ini adalah novel Mrs. Dalloway, karya Virginia Woolf, yang karakternya menyukai sesama jenis.
Alur cerita dalam novel ini sungguh pelan, karena banyak narasi pikiran-pikiran para tokoh. Apalagi cerita berlangsung dalam waktu singkat. Beberapa bagian terlalu detail hingga hampir membuat bosan. Rasanya cerita ini tidak akan ada ujungnya, seakan-akan waktu di sana bertahan pada jam 3 sore saja. Jam 3 sore yang berlangsung empat jam. Namun, semakin ke belakang, semakin terbuka pintu rahasia, lalu kejutannya. Dan kita bisa menentukan siapa tokoh utama sebenarnya novel ini.
Yang paling menarik, tentu pikiran-pikiran para tokoh sendiri. Ketakutan dan kesedihan mereka masing-masing, antara kenyataan atau hanya dibuat-buat. Virginia takut jika dia tidak bisa menulis lagi. Clarissa takut pestanya akan gagal, serta Richard akan meninggal. Laura takut selamanya hanya menjadi istri dan ibu. Hal ini membuatku berpikir bahwa rasa takut itu bisa muncul begitu saja, datang dari luar, dari lingkungan sendiri. Namun, apakah itu kesalahan dari mereka semata? Kita tak bisa menghakimi sesuatu yang terjadi di otak orang lain. Solusinya tidak sesederhana melupakan atau berusaha tidak memikirkannya.
Sumber gambar: Wikipedia |
Sebenarnya, menurutku, aku akan lebih memahami cerita ini jika aku sudah membaca Mrs. Dalloway. Karena seperti salah satu endorsement di buku ini, yaitu dari Yale Book Review: “Dengan The Hours, Cunningham telah melakukan hal yang mustahil; ia mengambil sebuah karya sastra yang diakui, mengerjakan ulang, dan membuat versinya sendiri.” Bisa jadi, ada pengulangan beberapa hal dari Mrs. Dalloway dalam The Hours. Entahlah. Sepertinya aku harus membaca novel yang terbit tahun 1925 tersebut. Dan sekadar info, novel ini sudah difilmkan pada tahun 2001, diintangi Meryl Streep, Nicole Kidman, dan Julianne Moore.
No comments:
Post a Comment
What are you reading?